Bisnis dalam Industri Pariwisata 4.0

 "...saat ini sudah mempersiapkan transformasi menuju tourism 4.0 dalam grand strategy. Kuncinya terletak pada pembenahan sumber daya manusia (SDM)"



Hallo pembaca, kita berjumpa lagi dalam artikel tulisan yang kali ini ingin saya bahas dalam tulisan yang menarik tentang "alur bisnis dalam industri pariwisata di era digital".

Sebelum membaca lebih jauh apa itu arti dan makna dari topik artikel ini, yuk simak dulu apa itu industri pariwisata.


APA ITU INDUSTRI PARIWISATA ?

Berdasarkan Undang-Undang Pariwisata Nomor 10 Tahun 2009, industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata. 

Menurut M.J. Projogo (1995), industri pariwisata adalah suatu proses kegiatan ekonomi di bidang kepariwisataan yang produknya berupa jasa-jasa (services) untuk memenuhi kebutuhan wisatawan secara menyenangkan (comfortable), kerasan karena tidak terganggu (privacy), dan terjamin keamanan pribadi (security) sehingga wisatawan kerasan. 

Keterkaitan antara industri pariwisata dengan industry hospitaliti dapat disimak dari pendapat ahli seperti Sue Baker, et.al. (1997) yang menyebutkan industri hospitaliti merupakan bagian dari kegiatan ekonomi yang lebih besar yang disebut dengan pariwisata. Pendapat yang senada juga disampaikan oleh Kasavana dan Brooks (2001) yang juga mengatakan bahwa industri hospitaliti adalah bagian dari bisnis yang lebih besar yang lebih dikenal dengan nama industri perjalanan dan pariwisata. 

Hal ini ditegaskan oleh Nykiel (2003) yang menyebutkan industri hospitaliti terdiri atas bisnis hotel, restoran, casino, katering, resort, club, dan bisnis lain yang dibutuhkan oleh wisatawan.

adapun beberapa ruang lingkup bisnis dalam industri pariwisata, diantaranya

1. Jasa akomodasi (accomodation services), yakni industri yang meliputi jasa hotel dan motel, pusat liburan dan home holiday service, jasa penyewaan furnitur untuk akomodasi, youth hostel service, jasa training anak-anak dan pelayanan kamping, pelayanan kamping dan caravan, sleeping car service, time-share, bed and breakfast, dan pelayanan sejenis.

2. Jasa penyediaan makanan dan minuman (food and beverage- serving services), yakni jasa yang menyediakan makanan dan minuman bagi wisatawan. Termasuk ke dalam industri ini ialah full-restaurant dan rumah makan, kedai nasi, catering service, inflight catering, café, coffee shop, bar, dan sejenisnya.

3. Jasa transportasi wisata (passenger transport services), yakni jasa angkutan darat, seperti bis, kereta api, taksi, mobil carteran; jasa angkutan perairan, baik laut, danau, maupun sungai, meliput jasa penyeberangan wisatawan, cruise ship, dan sejenisnya; termasuk jasa angkutan udara melalui perusahan-perusahaan penerbangan. Di samping itu, sektor pendukung antara lain navigation and aid service, stasiun bus, jasa pelayanan parkir penumpang, dan sebagainya.

4. Jasa pemanduan dan biro perjalanan wisata (travel agency, tour operator and tourist guide services), yakni jasa layanan informasi wisata. Jasa ini meliputi agen perjalanan, konsultan perjalanan, biro perjalanan wisata, pemimpin perjalanan, dan sejenisnya.

5. Tourist Attraction atau Atraksi wisata pada dasarnya terbagi menjadi tiga kriteria, yaitu natural, culture, dan man made. Atraksi wisata natural merupakan daya tarik yang alami ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, seperti pantai, gunung, danau, sungai, laut, dan lain-lain. Atraksi wisata culture terdiri atas jasa pergelaran, event tradisional, festival budaya yang dapat menjadi daya tarik wisata unik dan khas dari tiap-tiap daerah. Atraksi wisata man made adalah segala daya tarik wisata yang merupakan hasil kreasi manusia untuk menarik minat wisatawan. Atraksi wisata man made dapat berupa:
1) taman bermain (theme park), seperti Trans Studio, Museum Angkut Batu Malang, dan Taman Safari;
2) taman hiburan, seperti Dufan (Dunia Fantasi);
3) sirkuit balapan;
4) pelayanan pameran. 

Pengembangan pariwisata, baik atraksi wisata culture, natural, maupun man made harus memenuhi unsur 3A berikut. 1) Atraksi adalah segala sesuatu yang merupakan daya tarik utama bagi wisatawan. 2) Amenitas adalah fasilitas pendukung atau pelengkap di destinasi wisata, misalnya cek suhu (termogun), aplikasi pedulilindungi, souvenir shop, dan sebagainya. 3) Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan di destinasi wisata, seperti jalan yang layak, penerangan yang memadai, transportasi, dan sebagainya.


INDUSTRI PARIWISATA SEBAGAI BISNIS DIGITAL 4.0

Pada akhir dekade 1960-an, Pemerintah DKI Jakarta sudah menggunakan definisi industri pariwisata yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1969 sebagai berikut:


Industri pariwisata adalah usaha untuk mencari keuntungan sehingga industri pariwisata dipercaya mampu menambah devisa negara dan pendapatan asli daerah tiap-tiap provinsi di Indonesia. 
Spillane (1987) mengatakan industri pariwisata mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut :
• Produk wisata tidak dapat dipindahkan.
• Produksi dan konsumsi terjadi pada saat yang sama.
• Produk wisata memiliki beragam bentuk.
• Pembeli tidak dapat mencicipi bahkan tidak dapat menguji produk.
• Produk wisata merupakan usaha yang mengandung risiko besar (vulnerability).

Proses industri pariwisata dapat dilihat dalam bagan di bawah ini :



 Pelaku industri pariwisata terdiri atas konsumen dan produsen. Konsumen adalah wisatawan dan produsen adalah para pelaku pariwisata yang menghasilkan produk dan jasa wisata, seperti akomodasi, rumah makan, perusahaan perjalanan, pusat informasi wisata, tempat-tempat atraksi hiburan, transportasi, masyarakat di daerah tujuan wisata, dan lain-lain. 
Wisatawan memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi (demand) selama melakukan perjalanan. Sebagai produsen, pelaku pariwisata harus mampu memenuhi permintaan konsumen (supply). Bagaimana pemasaran dari produsen bisa sampai ke konsumen? Saat ini pemasaran dapat dilakukan melalui e-commerce, yaitu transaksi elektronik melalui website yang menghubungkan produsen dengan konsumen. 
Pada era 4.0, memungkinkan e-commerce berintegrasi dari toko offline-to-online (O2O). Misalnya, seorang pengusaha biro perjalanan wisata, ingin mengembangkan usahanya dengan membuat promosi paket-paket wisata melalui media brosur di kantor dan promosi paketpaket dalam website BPW .

Turisme 4.0 akan menyasar target generasi milenial yang saat ini mencapai 50 persen dari keseluruhan wisatawan inbound ke Indonesia. Siap atau tidak siap, sudah terjadi perubahan perilaku pasar yang diikuti pula dengan berubahnya perilaku konsumen. Konsumen kini semakin mobile, personal dan interaktif, dan ini menjadi sifat digital yakni semakin digital, semakin personal. Saat ini industri dunia telah bergeser ke arah industri digital era 4.0,


Dalam industri pariwisata, perubahan perilaku wisatawan terlihat ketika search and share 70 persen sudah melalui digital. Industri travel agen sudah tidak lagi bisa mengandalkan walk in service untuk reservasi tiket dan memilih paket wisata, semua sudah berubah dengan digital.

Saat ini banyak negara telah menyiapkan pengembangan tourism 4.0, diantaranya yang paling sukses adalah Spanyol. Mereka telah menerapkan pariwisata 4.0 di beberapa destinasi utama dengan membangun ekosistem digital, mulai dari inspiration, arrival, destination, hingga post-trip yang serba digital.

Potensi perkembangan pariwisata di Indonesia cukup besar, apalagi jika mengacu pada data kinerja pertumbuhan pariwisata dari World Trade Tourism Council (WTTC) yang menempatkan Indonesia di peringkat sembilan besar dunia.

Data tersebut semakin menguatkan potensi perkembangan pariwisata di Indonesia, apalagi dengan ditetapkannya 10 Destinasi Wisata Prioritas yaitu Danau Toba, Tanjung Kelayang, Mandalika, Wakatobi, Pulau Morotai, Kepulauan Seribu, Tanjung Lesung, dan Borobudur.

Munculnya dari revolusi industri 4.0, lanjutnya, berdampak pada munculnya era tourism 4.0 di sektor pariwisata. Era ini ditandai dengan adanya kemudahan akses atas informasi melalui media digital.

Era tourism 4.0 juga menjadi penyebab munculnya fenomena pergeseran budaya cyber dan virtual pada wisatawan Indonesia, khususnya generasi milenial. Merespon hal tersebut, seluruh perkembangan dan perubahan dari revolusi ini, berujung pada satu kunci yang sama, yaitu melalui pemanfaatan kekuatan digitalisasi atas informasi.

Berangkat dari kekuatan digitalisasi, konvergensi teknologi yang terjadi melalui pemanfaatan digitalisasi atas informasi, diistilahkan sebagai masa internet of things yang menjadi salah satu penyebab banyaknya pergeseran dalam situasi sosial masyarakat di berbagai sektor penting dunia. Sektor pariwisata salah satunya. Di sektor pariwisata, berdampak pada munculnya transformasi digital yang menjadi penyebab lahirnya tren tourism 4.0 .

Tren ini telah memberikan perubahan signifikan pada ekosistem kepariwisataan terutama pada generasi milenial. Di mana, sejak bergesernya budaya cyber, milenial secara massif memanfaatkan platform digital untuk mengakses sejumlah informasi terkait pariwisata.

Nampaknya, hal tersebut memiliki keterkaitan terhadap berubahnya ketertarikan wisatawan milenial akan sebuah destinasi dari sisi visualnya. Kini, milenial lebih tertarik mengunjungi destinasi wisata karena ingin mengabadikan momen selfie-nya. Hal tersebut pada akhirnya menjadi sebuah siklus, di mana pergeseran budaya siber memiliki keterkaitan dengan bagaimana secara visual milenial tergerak untuk berwisata.

DISRUPSI INDUSTRI PARIWISATA


Memasuki era revolusi industri 4.0 akan mengubah secara mendasar wajah berbagai industri, termasuk industri pariwisata.

Era industri 4.0 akan mengubah serta mendisrupsi industri pariwisata secara mendasar dengan terwujudnya cost value atau dikenal dengan more for less, experience value personalized, dan platform value resources sharing yang dinikmati para travellers.

Terwujudnya seamless dan personalized experience, karena adanya peran teknologi 4.0 antara lain big data analytics, artificial intelligence, internet of things, robotics, augmented reality (AR), cloud computing, maupun blockchain. Sebagai contoh, adanya robotic airport guide/helper yang memungkinkan dan membantu para travellers mempercepat proses check-in dan boarding di bandara.

Selain itu, dengan memanfaatkan teknologi AR juga memungkinkan munculnya pelayanan e-concierge, m-payment, atau personal assistant di hotel. Begitu pula adanya teknologi virtual reality (VR) menjadikan seluruh informasi destinasi wisata tidak lagi melalui brosur atau penjelasan para guide, tetapi sudah memanfaatkan teknologi VR lewat smartphone di tangan para travellers.


source : https://koran-jakarta.com/transformasi-pariwisata-menuju-era-turisme-4-0?page=all





Komentar